Kayu Ajaib

Pada zaman Bani Israel, ada seorang lelaki sholeh yang hendak berdagang. Akan tetapi, dia tidak mempunyai modal. Akhirnya, lelaki itu meminjam uang kepada seorang saudagar yang dikenal pemurah. Dia meminta pinjaman sebesar seribu dinar.
Karena jumlahnya sangat banyak, saudagar yang dipinjami uang itu berkata, "Kau akan aku pinjami uang, tetapi carilah orang yang akan menjadi penjaminmu. jika kau tidak bisa membayar, orang itu yang akan membayarnya!"

Lelaki Sholeh itu menjawab, "Cukuplah Allah sebagai penjaminku, Allah Maha Kaya dan Maha Kuasa!"

Saudagar itu lalu menukas, "Kalau begitu, carilah saksi. Agar jika terjadi apa-apa dia bisa menjadi saksi yang adil."

Lelaki sholeh itu menjawab, "Cukuplah Allah sebagai saksiku. Dia Maha Melihat dan Maha Mengetahui."

"Kau benar."

Lalu, saudagar itu meminjamkan uang seribu dinar setelah membuat kesepakatan bahwa tiga bulan kemudian  uang itu harus sudah dikembalikan, karena uang itu akan digunakan.

Lelaki sholeh itu membelanjakan uang seribu dinar untuk membeli barang-barang dagangan. Dia hendak berdagang ke negeri seberang dengan menggunakan kapal. Setelah berlayar berhari-hari, kapal itu sampai di negeri seberang dengan selamat. Di sana, dia mulai berdagang di sebuah pasar, dekat dermaga. Dalam waktu satu bulan, dagangannya telah habis. Dia mendapatkan keuntungan besar, yaitu tiga kali lipat dari modalnya.

Setelah berkemas, dia mencari kapal ke dermaga. Namun, dia tidak menemukan kapal yang berlayar ke negerinya. Kemudian, dia teringat pada janjinya yang akan mengembalikan uang itu pada awal bulan. Waktunya tinggal empat hari. Sedangkan untuk sampai ke negerinya, dia memerlukan waktu empat hari. Dia bingung, seharusnya hari itu dia sudah mulai berlayar.

Kemudian, dia terus berjalan sepanjang pantai untuk mencari nelayan yang bisa mengantarnya pulang ke negerinya. Akan tetapi, dia tidak mengantarkannya. Dia menangis dan bingung. Dia tidak ingin mengkhianati janjinya.

Akhirnya, dalam kesedihannya, dia melihat sepotong kayu terapung di pinggir pantai. Dia mengambil kayu itu dan membawanya kepenginapannya.

Dia lalu pergi ke pasar untuk membeli alat pelubang kayu. Kayu itu dia lubunginya. Setelah itu dia menulis surat,

Saudaraku, aku tulis surat ini empat hari sebelum hari jatuh tempo pembayaran uang yang aku pinjam seperti telah kita sepakati dulu. Aku tidak tahu apakah surat ini sampai kepadamu atau tidak. Aku sepenuhnya menyerahkan urusan ini kepada Allah yang menjadi Penjaminku.
Saat ini, sebenarnya aku ingin berlayar pulang untuk mengantarkan uang ini. Namun, itu tidak bisa di lakukan karena tidak ada kapal yang berlayar. Kapal yang akan berlayar ke negeri kita adanya satu bulan lagi. Ini seribu dinar aku titipkan kepada Allah untuk disampaikan kepadamu melalui kayu ini.

Wassalam
Sahabatmu.

Dia memasukkan surat itu bersama uang seribu dinar. Surat dan uang itu dibungkusnya dengan kantong yang tidak tembus air. Setelah itu, dia menggergaji kayu untuk menyumpal lubang itu. kemudian, dia memakunya kuat-kuat.

Setelah semuanya selesai, dia pergi ke pantai  untuk menghanyutkan kayu itu.

Ketika mengahanyutkan kayu itu, dia berdo'a, "Ya Allah, Engkau tahu kalau aku meminjam uang seribu dinar kepada Fulan. Dia bertanya padaku orang yang bisa menjadi jaminanku, dan aku menjawabnya 'cukup Allahlah yang menjadi penjaminku.' Lalu, ketika dia meminta saksi aku katakan 'Cukup Allahlah yang menjadi saksiku.' Dia pun ridha kau sebagai penjamin dan saksiku. Dia telah meminjamiku seribu dinar untuk dikembalikan dalm jangka waku yang telah ditentukan. Aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa pulang guna membayarkan hutang ini, tetapi tidak bisa karena taka ada kapal. Sekarang, aku titipkan uang seribu dinar ini kepada-Mu untuk Kau sampaikan kepadanya, tepat pada waktunya. Engkaulah Tuhan yang Maha Kuasa. Amin"

Lalu, dia menghanyutkan kayu itu ke laut. Dia hanya berdiri diam di tepi pantai, sampai kayu itu hilang ditelan ombak ditangah laut.

Pada hari yang telah dinantikan, saudagar yang memberi pinjaman itu, menanti didermaga. Dia menanti datangnya kapal yang akan membawa orang yang telah dia pinjami uang seribu dinar. Dia ingin mengambil uangnya karena ada keperluan.

Biasanya, kapal itu datang pagi hari. Namun, pagi itu tidak ada kapal yang datang. Dia tunggu sampai siang, juga tidak datang. Lalu dia menunggu sampai sore. Namun, tidak juga ada kapal yang muncul. Dia pun pasrah jika seandainya uang itu tidak kembali. Seandainya uang itu tidak kembali, dia niatkan sebagai sedekah.

Sebelum pulang, dia melihat ada kayu terapung diterjang ombak di pantai. Daripada pulang tidak membawa hasil, dia memungut gelondongan kayu itu.

"Lumayan, bisa untuk kayu bakar dirumah," pikirnya dalam hati.

Dia pun membawa kayu itu ke rumahnya.

Sampai di rumah, dia meletakkan kayu itu di dapur.

melihat kayu gelondongan itu, istrinya berkata, "Sebaiknya di pecah-pecah sekalian. Biar cepat kering dan besok bisa digunakan memasak."

Saudagar itu mengambil kapak dan memecah kayu itu. begitu kayu itu pecah, dia tercengang melihat kantong yang ada di dalamnya. Dia memungut kantong itu dan mengeluarkan isinya. Ternyata, kantong itu berisi uang sebanyak seribu dinar dan selembar surat.

Dia membaca surat itu dengan seksama. Dia terharu dan takjub. Seketika, dia menangis dan bersujud kepada Allah. Dia merasa, betapa maha kuasanya Allah. Allah tidak pernah mengecewakan hamba-Nya yang bertawakal dan percaya sepenuh hati kepada-Nya. Surat itu datang dari saudaranya. Dia pun berdo'a semoga saudarannya yang masih tertinggal di negeri seberang sehat wal 'afiat dan mendapat rizki yang lancar.

Satu bulan kemudian, lelaki sholeh yang meminjam uang itu datang. Dia langsung menemui saudagar yang dulu meminjamkan uang kepadanya. Pertama-tama, dia meminta maaf karena datang terlambat sehingga terlambat pula membayar hutang. Lalu, dia menyodorkan uang seribu dinar.

Saudagar itu berkata, "Bukankah kau telah membayarnya?"

"Kapan?"

"Bukankah kau telah menitipkannya lewat sepotong kayu?"

Lalu saudagar itu menceritakan perihal kayu yang diatemukan, yang didalamnya ada uang seibu dinar.

Mendengar ceritanya, lelaki sholeh itu seketika bertasbih "Subhanallah, Maha Suci Allah"

Sekian.

Dari kisah ini banyak sekali yang dapat kita ambil hikmahnya, diantaranya:
  1. Betapa Maha Kuasanya Allah, Allah akan memberikan petunjuk dan pertolongan bagi hambanya yang benar-benar bertaqwa. 
  2. Mengingatkan kita akan surat Al-imron ayat 173;
    الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

    (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". 
  3. Mengajarkan kita, bahwasanya jika kita tidak lagi menggantungkan harapan hanya kepada Allah, kepada siapa lagi kita akan berharap, sementara kita meyakini bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Dan mengajarkan kita menanamkan sifat jujur tidak hanya pada diri kita sendiri namun jujur kepada Allah.
  4. Tanpa kita sadari, segala yang menjadi perilaku kita adalah bagian dari dakwah, mungkin saja kebaikan-kebaikan yang kita lakukan menjadikan penguat keimanan seseorang.
  5. Mengingatkan juga dengan hadits; (مَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ) 
    “barang siapa yang memudahkan urusan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.” HR. Ibnu Majah
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah berkata:
" Andai kamu tahu bagaimana Allah mengatur urusan hidupmu pasti hatimu akan meleleh karena cinta kepada-Nya."



#Buku Ketika Cinta Berbuah Surga









0 komentar:

Posting Komentar